AgamaBerita

Memotret Kerukunan di Waringinsari Timur dalam Bersih Desa Bersama Lintas Agama

Pringsewu, Langit pagi di Pekon Waringinsari Timur, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, tampak berseri. Suara tetabuhan tradisional berpadu dengan langkah-langkah ringan warga desa yang membawa gunungan hasil bumi, menandai dimulainya arak-arakan budaya dalam rangka perayaan “Dukungan Moderasi: Kerukunan Antar Umat Beragama.”

Desa ini bukan desa biasa. Waringinsari Timur adalah desa yang sangat majemuk dan beragam, dihuni oleh masyarakat yang memeluk berbagai macam agama: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, bahkan juga terdapat penganut kepercayaan lokal. Dengan keberagaman yang begitu nyata, desa ini tumbuh menjadi salah satu desa percontohan kerukunan di Kabupaten Pringsewu.

Bersih Desa hari itu menjadi simbol nyata dari kehidupan bersama dalam perbedaan. Setelah arak-arakan, warga berkumpul di lapangan desa. Gunungan besar di tengah menjadi lambang syukur dan kebersamaan, dikelilingi warga yang duduk berdampingan tanpa sekat agama atau keyakinan.

Sebelum santap bersama dimulai, suasana menjadi hening. Dalam keheningan itu, suara satu per satu tokoh agama bergema memanjatkan doa lintas iman. Ada yang merapalkan doa dalam bahasa Arab, ada pula yang menyebut nama Tuhan dengan cara mereka. Tapi tak satu pun terdengar asing—semuanya disambut dengan khidmat, sebagai wujud penerimaan.

Tak hanya itu, kegiatan bersih desa yang dilakukan sebelumnya menjadi penanda bahwa nilai-nilai spiritual tidak hanya berhenti pada ritual, tetapi menjalar ke kepedulian sosial dan kelestarian lingkungan.

Kegiatan ini turut dihadiri oleh Staf Ahli Bupati Pringsewu, Hipni, yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya merawat kerukunan sebagai pondasi hidup bermasyarakat.

Menurutnya, kerukunan adalah kunci utama dalam menciptakan masyarakat yang damai, produktif, dan sejahtera. Di tengah beragamnya latar belakang suku, agama, dan budaya, kerukunan menjadi fondasi untuk menjaga persatuan bangsa dan keharmonisan hidup bermasyarakat.

Tanpa kerukunan, sekecil apa pun gesekan sosial bisa berkembang menjadi konflik yang mengancam persatuan. Namun sebaliknya, dengan kerukunan, perbedaan justru menjadi kekuatan—sumber inovasi, gotong royong, dan saling penguatan.

“Itulah sebabnya moderasi beragama penting untuk terus digaungkan. Moderasi bukan berarti melemahkan keyakinan, tetapi menjadi jalan tengah yang menghindarkan kita dari sikap ekstrem, fanatik sempit, dan intoleran,” katanya.

“Moderasi beragama mengajarkan kita untuk saling menghormati, saling menerima, dan menjaga keutuhan dalam bingkai kebhinnekaan,” imbuhnya.

Ia mengajak seluruh masyarakat Pekon Waringinsari Timur dan Kabupaten Pringsewu pada umumnya, untuk bersama-sama menjaga kerukunan.

“Tanamkan dalam keluarga, hidupkan di lingkungan, dan teguhkan dalam setiap pengambilan keputusan, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas,” harapnya.

KH Mahfud Ali, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Pringsewu, juga memberikan penguatan penting bahwa kerukunan harus dirawat bersama.

“Kerukunan itu bukan hadiah, tetapi hasil dari usaha bersama. Hari ini, kita menyaksikan sendiri bagaimana warga desa menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. Inilah yang menjadi cita-cita FKUB,” tegasnya saat hadir bersama sejumlah pengurus FKUB yang merupakan tokoh lintas agama di antaranya Sekretaris FKUB Pringsewu H Muhammad Faizin, Bendahara FKUB pendeta Cristia, dan pengurus FKUB lainnya dari tokoh 5 agama yang ada di kabupaten Pringsewu.

Setelah rangkaian acara resmi usai, kegiatan dilanjutkan dengan makan bersama tumpeng. Tua-muda, laki-laki-perempuan, lintas agama dan lintas usia duduk berdampingan menikmati hasil bumi desa. Dalam setiap sendok nasi yang dibagikan, terselip semangat gotong royong dan persaudaraan tanpa syarat.

Di tengah masyarakat yang kian rentan oleh polarisasi, Waringinsari Timur justru memberi harapan. Ia menjadi wajah Indonesia yang sesungguhnya—beragam, namun bersatu; berbeda, namun saling melengkapi.

Perayaan hari itu menegaskan bahwa kerukunan bukanlah utopia. Ia bisa diwujudkan, dimulai dari desa, dari tangan-tangan warga biasa yang percaya bahwa kedamaian adalah tanggung jawab bersama.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts